Terima Kunjungan dan Observasi dari Australia-Indonesia Partnership For Justice, PA Cirebon Selenggarakan Diskusi Publik Bersama Leisha Lister

Cirebon, 24 Januari 2023 | www.pa-cirebon.go.id
Dalam upaya mewujudkan perlindungan hukum bagi perempuan dan anak di Kota Cirebon, Pengadilan Agama Cirebon selenggarakan diskusi publik yang dilakukan secara hybrid serta disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube PA Cirebon dengan tema “Peningkatan Jaminan dan Perlindungan Hukum Bagi Perempuan dan Anak Di Kota Cirebon” pada Selasa (24/01/2023).

Diskusi ini merupakan bagian dari rangkaian acara kunjungan sekaligus observasi tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak oleh Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 (AIJP) di Pengadilan Agama Cirebon yang dihadiri oleh Leisha Lister dan Wahyu Widiyana (Senior Adviser pada Australia-Indonesia Partnership For Justice). Pada kesempatan ini, Leisha yang juga menjadi pembicara memaparkan bahwa secara Nasional di Indonesia cerai gugat menduduki posisi pertama dalam jenis perceraian yang diajukan.

“Secara Nasional, di Indonesia sebanyak 80%  (delapan puluh persen) dari jumlah keseluruhan perceraian yang diajukan merupakan cerai gugat atau perceraian yang diajukan oleh pihak perempuan. Dan presentase ini juga sama untuk Cirebon. Sehingga yang pertama adalah kita harus memahami apa yang mendorong perempuan untuk mengajukan gugatan perceraian. Selain itu kita juga harus memhami permasalahan yang harus dihadapi oleh perempuan setelah perceraian seperti tidak adanya dukungan, tidak adanya nafkah, dan tunjangan”.

Leisha menyoroti minimnya putusan Hakim yang memuat mengenai perlindungan dan pemenuhan hak perempuan dan anak pasca perceraian sehingga mereka kesulitan untuk mendapatkan haknya. Sebagian besar Hakim di Indonesia menyampaikan permasalahannya dengan menyatakan bahwa banyak perempuan yang tidak mencantumkan permintaan mereka atas hak mereka dalam gugatan cerai mereka. Dan menurutnya, untuk hal ini dibutuhkan kerja sama, kolaborasi antara Pengadilan dengan berbagai unsur, misalnya posbakum, organisasi wanita, para pengacara untuk mengedukasi, mensosialisasikan kepada perempuan mengenai hak-hak yang dapat mereka tuntut dalam gugat cerai yang mereka ajukan. Ia juga menaruh perhatian khusus untuk menemukan solusi melalui sistem, dan itulah alasan mengapa diciptakan gugatan mandiri yang di dalamnya mengandung pertanyaan-pertanyaan. “Yang terakhir adalah, setelah gugatan perceraian dikabulkan maka Hakim-Hakim perlu untuk memikirkan bagaimana dengan nafkah anak, hak asuh anak setelah perceraian berlangsung. Jadi ini melibatkan keseluruhan sistem, posbakum, organisasi wanita, pengacara untuk memberikan edukasi dan sosialisasi dan dari sistem itu sendiri melalui pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam formulir gugatan mandiri.”

Selenggarakan Diskusi Publik, Pengadilan Agama Cirebon Undang Sejumlah Pimpinan Intansi di Kota Cirebon.

Pengadilan Agama Cirebon mengundang sejumlah pimpinan instansi yang ada di Kota Cirebon untuk menghadiri diskusi publik dengan tema “Peningkatan Jaminan dan Perlindungan Bagi Perempuan dan Anak Di Kota Cirebon”. Adapun sejumlah pimpinan instansi yang hadir yaitu Wakil Wali Kota Cirebon, Sekda Kota Cirebon, KPA Kuningan, KPA Sumber, KPA Indramayu, KPA Majalengka, KPN Cirebon, Kapolres Cirebon Kota, Kajari Cirebon, Kemenag Cirebon, Ketua MUI, Ketua KPAD, dekan Fakultas Syariah, Dekan FH Unswagati, Kepala DP3A, Kepala Disdukcapil, Kepala Dinkes, Kepala Dinsos, Kepala Dinas Komunikasi, Informasi dan Statistik Kota Cirebon, Kepala Badan Pengembangan Kepegawaian SDM Kota Cirebon, dan Branch Manager Bank Syariah Indonesia KC Cirebon.

Di hadapan tamu undangan, Ketua Pengadilan Agama Cirebon, Achmad Cholil, S.Ag., S.H., LL.M. menyampaikan mengenai pentingnya diskusi tentang peningkatan jaminan dan perlindungan hukum bagi perempuan dan anak di Kota Cirebon dilakukan. “Bapak dan Ibu sekalian yang saya muliakan, tidak panjang yang ingin saya katakan sekali lagi terima kasih, diskusi ini dinilai penting karena saya melihat dari sisi PA Cirebon, Pemerintah Kota Cirebon ini luar biasa responsifnya bagi masyarakatnya terutama kaum perempuan dan anak. Mereka punya concern yang tinggi bagaimana hak-hak perempuan dan anak ini bisa diwujudkan. Dan hasil diskusi ini bisa menjadi salah satu bahan di tempat lain sebagai alternatif untuk menjalin komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi bagaimana hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian bisa lebih dijamin dan ditegakkan”.

Jadi Keynote Speaker Dalam Diskusi Publik di Pengadilan Agama Cirebon, Ini Yang Disampaikan Wakil Walikota Cirebon

Wakil Wali Kota Cirebon, Dra. Hj. Eti Herawati, yang turut hadir sebagai Keynote Speaker dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh PA Cirebon tersebut menyampaikan beberapa hal. Dalam pemaparannya, Eti Herawati menyampaikan keprihatinannya atas pemenuhan hak-hak perempuan pasca perceraian khususnya yang ada di Kota Cirebon.

“Ada satu hal yang perlu kita dorong mengenai hak-hak kita sebagaimana mana yang telah disampaikan oleh pak Ketua PA Cirebon pasca perceraian ini memang mengenaskan. Saya mewakili suara perempuan, tidak saja tindak kekerasan terhadap perempuan, tetapi juga pasca perceraian di masyarakat kita, biasanya laki-laki bebas begitu saja terutama bagi pekerja-pekerja migran yang pada akhirnya hak dan lain sebagainya menjadi perhatian kita. Pasca perceraian biasanya tanggung jawab bebannya ada di kaum ibu”.

Lebih lanjut ia memberikan apresiasi yang luar biasa kepada Pengadilan Agama Cirebon karena telah menginiasiasi kegiatan diskusi yang sangat penting bagi kamum perempuan dan anak. Pada kesempatan yang sama, Eti Herawati juga menjelaskan pentingnya peningkatan jaminan perlindungan hukum bagi perempuan dan anak. “Kami Pemerintah Daerah Kota Cirebon menyampaikan apresiasi yang luar biasanya kepada Pengadilan Agama Cirebon atas inisiasinya untuk mengadakan diskusi pada pagi ini, yang tentunya diskusi ini sangat penting sekali untuk kita para kaum perempuan. Setiap warga negara merupakan subjek yang berhak mendapatkan perlindungan dalam berbagai hal. Di mana hak dan kedudukannya setara tanpa membedakan suku, agama, ras, ataupun gender. Anak dan perempuan berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus dalam layanan perlindungan tanpa diskriminasi. Sejauh ini anak dan perempuan seringkali dirugikan atas beberapa hal seperti kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, dan hak perdata seperti hak waris, perebutan harta, pengasuhan anak, perceraian, tuntutan ganti rugi dan lain-lain. Oleh sebab itu diperlukan peningkatan jaminan perlindungan hukum bagi anak dan perempuan agar pemenuhan hak-hak berjalan secara optimal”. Tutur Wakil Wali Kota Cirebon dalam diskusi publik di PA Cirebon.

Diskusi Publik!!! Achmad Cholil Sampaikan Kendala Hakim Dalam Pemenuhan Hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian

Dalam diskusi publik yang diselenggarakan pada pagi menjelang siang hari tersebut, Ketua Pengadilan Agama Cirebon, Achmad Cholil, S.Ag., S.H., LL.M. menjelaskan mengenai hal-hal apa saja yang menjadi kendala Hakim dalam upaya untuk menjamin pemenuhan hak bagi perempuan dan anak pasca perceraian.

“Jika bicara tentang jaminan pemenuhan hak bagi perempuan dan anak untuk konteks Pengadilan Agama paling tidak ada nafkah iddah, nafkah mut’ah, nafkah lampau, nafkah anak, harta bersama dan jaminan perlindungan hukum lainnya seperti perkawinan anak atau dispensasi nikah.’’

Lebih lanjut ia juga menyampaikan kendala terkait dengan pemenuhan hak bagi perempuan dan anak pasca perceraian. Dalam pemaparannya, Achmad Cholil, S.Ag., S.H., LL.M. menjelaskan bahwa ada 3 bagian yang menjadi kendala dalam pemenuhan hal tersebut, yaitu bagian hulu, bagian proses dan bagian hilir.

Pada bagian hulu, ia menjelaskan bahwa masih banyak para pihak, tidak hanya di Kota Cirebon, yang tidak mengetahui apa saja hak-hak yang bisa mereka tuntut di Pengadilan ketika mengajukan perkara perceraian. Ketidak tahuan tersebut pada akhirnya menyebabkan mereka tidak mengajukan hak tersebut pada saat mengajukan perceraian. Diantara hak yang mereka dapat tuntut yaitu nafkah lampau atau terhutang, iddah, mut’ah, dan apabila mereka masih memiliki anak yang masih kecil, mereka dapat mengajukan juga tuntutan nafkah anak. Namun, sebagian besar perempuan yang mengajukan gugatan perceraian tersebut lebih memilih tidak menuntut haknya dikarenakan ada kekhawatiran bahwa proses yang harus dilalui menjadi lebih lama dan malah menghambat proses perceraiannya.

Selain itu, pada bagian proses pemeriksaan perkara, ketika tuntutan hak-hak tersebut tidak dicantumkan dalam gugatan akan tetapi Hakim memutusnya maka dalam hal ini Hakim menerapkan asas “Ultra Petita”  atau Hakim mengabulkan yang tidak dituntut oleh para pihak, apakah hal ini diperbolehkan atau tidak. Di lain sisi, Hakim juga memiliki Ex Officio kewenangan yang diperbolehkan untuk mengabulkan atau memberikan sesuatu yang tidak diminta.

Pada bagian hilir yaitu terkait dengan pelaksanaan eksekusi putusan. Apabila hak tersebut telah dicantumkan dalam putusan dan telah diputuskan oleh Hakim, namun sebagian besar jumlah nafkah iddah, mut’ahnya yang dituntut tidak sebanding dengan biaya eksekusi ataupun tempat tinggal dari tergugat atau mantan suami tidak diketahui maka pelaksanaan eksekusi akan sulit untuk dilakukan.

Menurutnya, persoalan mengenai jaminan pemenuhan hak perempuan dan anak pasca perceraiannya ini bukanlah persoalan yang dapat ditangani sendiri oleh Pengadilan Agama Cirebon, akan tetapi dibutuhkan sinergi dan kalaborasi bersama dari berbagai elemen. ”ketika ada persoalan ini tidak bias kita tangani sendiri, harus semua elemen. Makanya kerja sama ini banyak sekali manfaatnya terutama di Pemerintah Kota Cirebon, seperti Dinas DP2PKB yang sedang berupaya untuk menurunkan angka stunting yang tentunya juga berkorelasi dengan dispensasi nikah, yang apabila angka perkawinan anak itu tinggi maka anak-anak yang menikah dibawah umur itu dampaknya cenderung kurang baik.” Pungkas Ketua Pengadilan Agama Cirebon, Achmad Cholil, S.Ag., S.H., LL.M.

Jadi Pembicara Dalam Diskusi Publik Di PA Cirebon, Sekretaris Daerah Kota Cirebon Sampaikan Hal Ini

Sekretaris Daerah Kota Cirebon, Drs. H. Agus Mulyadi, M.Si. yang turut mengadiri diskusi publik bersama dengan Leisha Lister, dan Achmad Cholil, S.Ag., S.H., LL.M. sebagai pembicara Dalam pemaparannya, menegaskan bahwa Pemerintah Daerah Kota Cirebon memiliki komitmen untuk memberikan jaminan dan perlindungan bagi perempuan dan anak , utamanya dalam pemenuhan hak perempuan dan anak.

“Arah kebijakan daerah Pemerintah Kota Cirebon mengacu pada regulasi dan ketentuan dari Pemerintah Pusat, dan apabila melihat komitmen kita untuk bagaimana memberikan perlindungan hukum bagi perempuan dan anak sebagaimana yang tercantum dalam RPJMD kita yang akan berakhir tahun ini sebagai tahun terakhir pelaksanaan RPJMD kita, dan kita punya komitmen untuk terus melanjutkan hingga 2026 di mana tahun tersebut merupakan tahun transisi pemerintahan sedang berjalan.” Lebih lanjut, Agus Mulyadi juga menyampaikan bahwa pada awal tahun 2025 yang merupakan awal transisi pemerintahan yang baru akan mulai berlalan. Dari 2024 sampai 2025 dan 2026, Pemerintah Daerah Kota Cirebon telah  menyiapkan dokumen Perencanaan Pembangunan atau yang disebut dengan RPD yang didalamnya masih memuat mengenai komitmen Pemerintah Kota Cirebon untuk mendukung bagaimana perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak. Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa untuk mewujudkan perlindungan hak perempuan dan anak maka dibutuhkan peran dari berbagai pihak seperti SKPD, P2TP2A, Kepolisian, kejaksaan, Media Massa, LSM atau Ormas, Perguruan tinggi, Dunia Usaha atau BUMD.